AKJII MOJOKERTO | Seringkali kita terpukau dengan deretan gelar yang tersemat di belakang nama seseorang. Dianggap sebagai puncak pencapaian akademis, titel seolah menjadi simbol keluasan ilmu dan kepakaran. Namun, benarkah demikian? Perjalanan pendidikan formal dari bangku sekolah hingga meraih gelar sarjana, magister, bahkan doktor, nyatanya tidak selalu berbanding lurus dengan kemampuan seseorang dalam memahami dan menerapkan pengetahuan di dunia nyata.
Selama belasan tahun kita dijejali dengan berbagai teori akademis. Kurikulum yang padat, ujian yang menguji hafalan, dan tugas-tugas yang berorientasi pada nilai seringkali menjadi fokus utama. Kita lulus bukan semata-mata karena penguasaan materi yang mendalam, melainkan karena berhasil menjawab soal ujian dengan benar. Padahal, pemahaman teoritis saja tidak cukup untuk menghadapi kompleksitas permasalahan di kehidupan sehari-hari. Implementasi praktis membutuhkan keterampilan, intuisi, dan pengalaman yang seringkali tidak diajarkan secara mendalam di bangku kuliah.
Lebih jauh lagi, fokus yang berlebihan pada nilai akademis dapat mengaburkan esensi sejati dari pendidikan, yaitu pembentukan karakter dan pengembangan jiwa. Nilai-nilai teori yang kita pelajari selama bertahun-tahun belum tentu mampu mengubah watak atau memperkaya batin. Seseorang bisa saja meraih nilai A dalam mata kuliah etika, namun dalam praktiknya, ia tidak mampu menunjukkan integritas atau empati. Pendidikan seharusnya tidak hanya tentang transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang menumbuhkan pribadi yang berakhlak mulia dan memiliki kecerdasan emosional.
Pada akhirnya, kebanggaan terhadap titel seringkali muncul karena nilai ekonomis yang menyertainya. Di banyak sektor pekerjaan, gelar akademis masih menjadi syarat utama dan penentu besaran gaji. Namun, kita perlu bertanya, apakah gaji yang tinggi selalu mencerminkan kualitas kerja dan kontribusi nyata seseorang? Atau justru, titel hanya menjadi formalitas yang dihargai tanpa melihat kemampuan dan dampak yang sesungguhnya?
Kita perlu merenungkan kembali makna sejati dari pendidikan. Pengetahuan yang bermanfaat bukan hanya sekadar kumpulan teori yang tersimpan di dalam otak, melainkan kemampuan untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, beradaptasi dengan perubahan, dan berkontribusi positif bagi lingkungan sekitar. Kemampuan-kemampuan ini tidak selalu bisa diukur dengan nilai akademis atau direpresentasikan oleh titel. Oleh karena itu, mari kita lebih menghargai proses belajar dan pengembangan diri secara holistik, di mana pengetahuan, keterampilan, karakter, dan jiwa berkembang secara seimbang. Titel memang penting, tetapi jauh lebih penting adalah kemampuan untuk mengimplementasikan pengetahuan dan memberikan dampak nyata bagi kehidupan.
0 Comments